Tugas 2 Etika Profesi Akuntansi
Nama :
Herwin
NPM :
(23211366)
Kelas :
4EB07
1. Etika
Dalam Auditing
Pengertian Etika
Etika berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul
dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau
kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab.
Auditing adalah suatu proses dengan apa seseorang
yang mampu dan independent dapat menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti dari
keterangan yang terukur dari suatu kesatuan ekonomi dengan tujuan untuk
mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari keterangan yang terukur
tersebut dengan kriteria y ang telah ditetapkan.
Etika dalam auditing adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh serta
mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan ekonomi,
dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut,
serta penyampaian hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepen tingan.
Adapun sebelum mengenai etika professional,
pendekatan dengan teori interaksinisme simbolik dan teori etika Al-Gazali
disebutkan didalam buku auditing ,Prof.Dr.Abdul Halim (2003) : interaksionisme
simbolik merupakan kemampuan berprilaku dan menginterprestasikan tindakan
social dan objek social karena manusia memiliki diri, konsep diri dalam interaksionisme
simbolik mempunyai peran penting karena mampu mengarahkan, mengontrol dan
menilai seorang individu sebagai anggota masyarakat untuk melakukan respon
terhadap lingkungannya.
Teori Al-Gazali, dalam Triyuwono (1998), manusia
pada dasarnya terdiri dari dua unsur yaitu fisik dan jiwa. Dimana unsur fisik
merupakan unsur yang tampak secara lahiriah dan bersifat tidak kekal, sedangkan
unsur jiwa adalah bersifat kekal karena berasal dari tuhan dan merupakan esensi
utama dari diri manusia, sehingga membagi menjadi empat unsur yang membentuk
jiwa yaitu: nafsu, akal, kalbu, dan ruh. Wilayah nafsu akan memotivasi dan mendorong untuk
menginternalisasi yang baik atau yang buruk, dan akal yang akan menyimpannya
dan dapat membedakan baik-buruk, etis-tidak etis,benar-salah, sehingga
seseorang pada tahapan selanjutnya akan mengalami moral perpection dan moral
judgement, dan juga diikuti kalbu dan ruh yang akan mengalami moral intention
dan moral action.
1.1 Kepercayaan Publik
Profesi akuntan memegang peranan yang penting
dimasyarakat, sehingga menimbulkan ketergantungan dalam hal tanggung-jawab
akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan Publik merupakan kepentingan
masyarkat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan.
Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan
jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepercayaan masyarakat umum sebagai pengguna jasa audit atas independen
sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat
akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi auditor ternyata berkurang,
bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun disebabkan oleh keadaan mereka
yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap
independensi tersebut. Untuk menjadi independen, auditor harus secara
intelektual jujur, bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak
mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan
atau pemilik perusahaan. Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor
dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk
menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka
bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan
mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan
obyektivitas mereka.
1.2 Tanggung
Jawab Auditor Kepada Publik
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan
masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan
mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas,
obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani
publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan
jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan tingkat
profesionalisme yang tinggi. Atas kepercayaan publik yang diberikan inilah
seorang akuntan harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk
mencapai profesionalisme yang tinggi.
Ketika auditor menerima penugasan audit terhadap
sebuah perusahaan, hal ini membuat konsequensi terhadap auditor untuk
bertanggung jawab kepada publik. Penugasan untuk melaporkan kepada publik
mengenai kewajaran dalam gambaran laporan keuangan dan pengoperasian perusahaan
untuk waktu tertentu memberikan ”fiduciary responsibility” kepada auditor untuk
melindungi kepentingan publik dan sikap independen dari klien yang digunakan
sebagai dasar dalam menjaga kepercayaan dari publik.
1.3 Tanggung Jawab Dasar Auditor
Sebelum auditor bertanggung jawab kepada publik,
maka seorang auditor memiliki tanggung jawab dasar. The Auditing Practice
Committee, yang merupakan cikal bakal dari Auditing Practices Board, ditahun
1980, memberikan ringkasan (summary) tanggung jawab dasar auditor :
a) Perencanaan,
Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan
mencatat pekerjannya.
b) Sistem
Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan
pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan
keuangan.
c) Bukti
Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk
memberikan kesimpulan rasional.
d) Pengendalian
Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian
internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan
compliance test.
e) Meninjau
Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan
keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang
diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar
rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.
1.4 Independensi Auditor
Independensi adalah keadaan bebas dari pengaruh,
tidak dikendalikan oleh pihak lain. Terdapat tiga aspek independensi seorang
auditor, yaitu sebagai berikut :
a) Independence
in fact (independensi dalam fakta). Artinya auditor harus mempunyai kejujuran
yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
b) Independence
in appearance (independensi dalam penampilan). Artinya pandangan pihak lain
terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
c) Independence
in competence (independensi dari sudut keahliannya). Independensi dari sudut
pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
Auditor diharuskan bersikap independen, artinya
tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan
umum (dibedakan di dalam hal ia berpraktik sebagai auditor intern). Tujuan
audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk
menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi
keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Setiap auditor harus memiliki sifat independent yang
artinya bebas tidak terikat. Maksudnya adalah setiap auditor harus memiliki
pendapat sendiri mengenai objek yang di auditnya tidak mudah terpengaruh oleh
pihak lain. Hal itu merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan kepercayaan
publik terhadap kinerja auditor. Auditor tidak bertanggung jawab terhadap
laporan keuangan perusahaan. Karena itu merupakan tanggung jawab dan tugas manajemen
perusahaan. Auditor hanya bertanggung jawab sebatas opini/pendapat dari hasil
auditnya. Apakah laporan keuangan tersebut layak atau tidak.
1.5
Peraturan Pasar Modal dan Regulator Mengenai Independensi Akuntan Publik
Pasar modal memiliki peran yang sangat besar
terhadap perekonomian Indonesia. institusi yang bertugas untuk melakukan
pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal di
Indonesia adalah Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam. Bapepam mempunyai
kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan, pendaftaran kepada para pelaku
pasar modal, memproses pendaftaran dalam rangka penawaran umum, menerbitkan
peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan di bidang pasar modal, dan
melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Penilaian kecukupan peraturan perlindungan investor
pada pasar modal Indonesia mencakup beberapa komponen analisa yaitu;
1. Ketentuan
isi pelaporan emitmen atau perusahaan publik yang harus disampaikan kepada
publik dan Bapepam,
2. Ketentuan
Bapepam tentang penerapan internal control pada emitmen atau perusahaan public,
3. Ketentuan
Bapepam tentang, pembentukan Komite Audit oleh emitmen atau perusahaan public,
4. Ketentuan
tentang aktivitas profesi jasa auditor independen.
Seperti regulator pasar modal lainnya Bapepam
mempunyai kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan, pendaftaran kepada
para pelaku pasar modal, memproses pendaftaran dalam rangka penawaran umum,
menerbitkan peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan di bidang pasar
modal, dan melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Salah satu tugas pengawasan Bapepam adalah
memberikan perlindungan kepada investor dari kegiatan-kegiatan yang merugikan
seperti pemalsuan data dan laporan keuangan, window dressing,serta lain-lainnya
dengan menerbitkan peraturan pelaksana di bidang pasar modal. Dalam melindungi
investor dari ketidakakuratan data atau informasi, Bapepam sebagai regulator
telah mengeluarkan beberapa peraturan yang berhubungan dengan kereablean data
yang disajikan emiten baik dalam laporan tahunan maupun dalam laporan keuangan
emiten.
Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh
Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam
Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit
Di Pasar Modal. Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
a) Periode
Audit adalah periode yang mencakup periode laporan keuangan yang menjadi objek
audit, review, atau atestasi lainnya.
b) Periode
Penugasan Profesional adalah periode penugasan untuk melakukan pekerjaan
atestasi termasuk menyiapkan laporan kepada Bapepam dan Lembaga Keuangan.
c) Anggota
Keluarga Dekat adalah istri atau suami, orang tua, anak baik di dalam maupun di
luar tanggungan, dan saudara kandung.
d) Fee
Kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional
yang hanya akan dibebankan apabila ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah
fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut.
e) Orang
Dalam Kantor Akuntan Publik adalah orang yang termasuk dalam penugasan audit,
review, atestasi lainnya, dan/atau non atestasi yaitu: rekan, pimpinan,
karyawan professional, dan/atau penelaah yang terlibat dalam penugasan.
2. Etika Dalam Akuntansi Keuangan dan Akuntansi
Manajemen
Etika dalam akuntansi seringkali disebut sebagai
suatu hal yang klasik. Hal tersebut dikarenakan pengguna informasi akuntansi
menggunakan informasi yang penting serta membuat berbagai keputusan. Profesi
dalam akuntansi keuangan memegang rasa tanggung jawab yang tinggi kepada
publik. Tindakan akuntansi yang tidak benar, tidak hanya akan merusak bisnis,
tetapi juga merusak auditor perusahaan yang tidak mengungkapkan salah saji.
Kode etik yang kuat dan tingkat kepatuhan terhadap etika dapat menyebabkan
kepercayaan investor sehingga mengarah kepada hal yang kepastian dan merupakan
hal yang keamananbagi para investor.
Para akuntan dan auditor dapat menghindari dilema
etika dengan memiliki pemahaman yang baik tentang pengetahuan etika. Hal
tersebut memungkinkan mereka dapat membuat pilihan yang tepat. Mungkin hal itu
tidak berdampak baik bagi perusahaan tetapi dapat menguntungkan masyarakat yang
bergantung pada akuntan atau auditor. Aturan kode etik yang ada menjadi panutan
bagi akuntan dan auditor untuk mempertahankan standar etika dan memenuhi
kewajiban mereka terhadap masyarakat profesi dan organisasi yang mereka layani.
Beberapa bagian kode yang disoroti adalah integritas dan harus jujur dengan
transaksi mereka, objektivitas dan kebebasan dari konflik kepentingan,
kebebasan auditor dalam penampilan dan kenyataan, penerimaan kewajiban dan
pengungkapan kerahasiaan informasi non luar, kompetensi serta memiliki
pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan pekerjaannya.
Etika dalam akuntansi keuangan dan manajemen
merupakan suatu bidang keuangan yang merupakan sebuah bidang yang luas dan
dinamis. Bidang ini berpengaruh langsung terhadap kehidupan setiap orang dan
organisasi. Ada banyak bidang yang dapat di pelajari, tetapi sejumlah besar
peluang karir tersedia di bidang keuangan. Manajemen keuangan dengan demikian
merupakan suatu bidang keuangan yang menerapkan prinsip-prinsip keuangan dalam
sebuah organisasi untuk menciptakan dan mempertahankan nilai melalui
pengambilan putusan dan manajemen sumber daya yang tepat.
Akuntansi keuangan adalah bagian dari akuntansi yang
berkaitan dengan penyiapan laporan keuangan untuk pihak luar, seperti pemegang
saham, kreditor,pemasok, serta pemerintah. Prinsip utama yang dipakai dalam
akuntansi keuangan adalah persamaan akuntansi di mana aktiva adalah harta yang
dimiliki suatu perusahaan digunakan untuk operasi perusahaan dalam upaya untuk
menghasilkan pendapatan. Sedangkan modal yaitu selisih antara aktiva dikurang
hutang. Akuntansi keuangan berhubungan dengan masalah pencatatan transaksi
untuk suatu perusahaan atau organisasi dan penyusunan berbagai laporan berkala
dari hasil pencatatan tersebut. Laporan ini yang disusun untuk kepentingan umum
dan biasanya digunakan pemilik perusahaan untuk menilai prestasi manajer atau
dipakai manajer sebagai pertanggungjawaban keuangan terhadap para pemegang
saham. Hal penting dari akuntansi keuangan adalah adanya Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) yang merupakan aturan- aturan yang harus digunakan didalam
pengukuran dan penyajian laporan keuangan untuk kepentingan eksternal. Dengan
demikian, diharapkan pemakai dan penyusun laporan keuangan dapat berkomunikasi
melalui laporan keuangan ini, sebab mereka menggunakan acuan yang sama yaitu
SAK. SAK ini mulai diterapkan di Indonesia pada 1994, menggantikan
Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia tahun 1984.
Akuntansi manajemen adalah disiplin ilmu yang
berkenaan dengan penggunaan informasi akuntansi oleh para manajemen dan pihak-pihak
internal lainnya untuk keperluan penghitungan biaya produk, perencanaan,
pengendalian dan evaluasi, serta pengambilan keputusan. Definisi akuntansi
manajemen menurut Chartered Institute of Management Accountant, yaitu Penyatuan
bagian manajemen yang mencakup, penyajian dan penafsiran informasi yang
digunakan untuk perumusan strategi, aktivitas perencanaan dan pengendalian,
pembuatan keputusan, optimalisasi penggunaan sumber daya, pengungkapan kepada
pemilik dan pihak luar, pengungkapan kepada pekerja, pengamanan asset.
2.1 Tanggung Jawab Akuntan Pajak
Akuntan pajak mempunyai beberapa tanggung-jawab
kepada publik, melalui pemerintah. Tanggung jawab akuntan pajak adalah bukan
untuk suatu kepalsuan dalam suatu kewajiban pajak, dan sebagai attestor, suatu
kewajiban pajak adalah suatu pernyataan/deklarasi atas sangsi dari kecurangan,
dan informasi dari hasil menyajikan laporan keuangan adalah benar, dan lengkap.
Tanggung jawab utama praktisi pajak adalah sistem
pajak. Suatu sistem pajak yang baik dan kuat harus terdiri dari entitas
administrasi pajak, kongres, administrasi dan komunitas praktisi. Selain itu
ketika secara umum menyetujui bahwa praktisi pajak mempunyai kewajiban atas
kemampuan, loyalitas dan kerahasiaan klien, hal ini disebut juga tanggung jawab
praktisi atas sistem pajak yang baik.
Tanggung jawab praktisi pajak yangg terakhir adalah
pentingnya pervasive(peresapan). Dalam hubungan antara praktisi dan klien yang
normal, kedua tanggung jawab dikenali dan dilaksanakan. Namun, situasi ini
sulit. Dalam beberapa situasi praktisi diperlukan untuk memutuskan kewajiban
yang berlaku dan dalam pelaksanaannya dapat disimpulkan bahwa kewajiban atas
sistem pajak yang tertinggi. Praktisi pajak membantu dalam mengatur hukum pajak
dengan jujur dan adil dalam pelayanan dan pengembangan kepercayaan klien dalam
integritas dan kepatuhan terhadap sistem pajak.
Praktisi lebih baik melayani publik dengan
mengadopsi suatu sikap. Aturan etika yang fundamental dalam praktik perpajakan
pada tingkat etika personal adalah praktisi pajak harus mengijinkan klien untuk
membuat keputusan final. Disamping itu praktisi harus bertanggung jawab tidak
menyediakan informasi yang salah untuk pemerintah.
2.2 Etika Akuntan Pajak
Dalam kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA
mengeluarkan Statemet on Responsibilities in Tax Practice (SRTP). Adapun isinya
adalah sebagai berikut:
1. Statement on Responsibilities in Tax Services No.
1, Tax Return Positions (Posisi Pengembalian Pajak)
Statemen ini menetapkan standar masa depan yang bisa
diterapkan untuk anggota ketika
merekomendasikan tingkat pengembalian pajak dan menyiapkan atau menandatangani
surat pembayaran pajak (termasuk klaim untuk lebih bayar) yang disimpan dengan
mengenakan pajak otoritas. Karena tujuan standar ini, suatu nilai pajak
terutang, (a) mencerminkan tingkat pengembalian pajak seperti yang mana wajib
pajak telah secara rinci membicarakannya dengan anggota atau (b) suatu anggota
mempunyai pengetahuan semua fakta yang bersifat material dan, atas dasar fakta
itu, telah menyimpulkan apakah posisinya sudah sesuai. Karena tujuan standar
ini, suatu wajib pajak adalah klien, pemberi kerja, atau pihak ketiga lain
penerima jasa pajak.
2. Statement on Responsibilities in Tax Services No.
2, Answers to Questions on Returns (Jawaban Pertanyaan atas Pengembalian)
Statemen Ini menetapkan standar yang bisa diterapkan
untuk anggota ketika menandatangani suatu pajak kembalian jika atau
mempertanyakan kelebihan pajak kembalian. Istilah questionsincludes meminta
informasi untuk pajak kembalian di dalam perusahaan. Instruksi, atau di dalam peraturan,
ya atau tidaknya dinyatakan format suatu pertanyaan.
3. Statement on Responsibilities in Tax Services No.
3, Certain Procedural Aspects of Preparing Returns (Aspek prosedur tertentu
dalam menyiapkan Pengembalian)
Dalam menyiapkan atau menandatangani suatu pajak
kembalian, suatu anggota dengan hati jujur boleh mempercayakan, tanpa verifikasi, atas
informasi yang diberikan oleh wajib pajak atau dengan pihak ketiga.
Bagaimanapun, suatu anggota mestinya tidak mengabaikan tentang implikasi yang
melengkapi informasi tersebut dan perlu membuat pemeriksaan yang layak jika
informasi nampak seperti ada kesalahan, tidak sempurna, atau plin-plan baik di
bagian depannya atau atas dasar lain fakta tidak diketahui oleh suatu anggota.
Jika hukum perpajakan atau peraturan memaksakan suatu kondisi dengan rasa
hormat, seperti pemeliharaan buku dan
arsip atau memperkuat dokumentasi wajib pajak untuk mendukung pengurangan yang
dilaporkan ke kantor pajak, suatu anggota perlu membuat pemeriksaan yang sesuai
untuk menentukan kondisi yang dijumpai untuk memberi kepuasan kepada wajib
pajak. Ketika menyiapkan suatu kembalian pajak, suatu anggota perlu
mempertimbangkan informasi yang benar dari pajak kembalian wajib pajak lain jika informasi berkait
dengan pajak kembalian dan pertimbangannya pajak kembalian itu. Di dalam
menggunakan informasi seperti itu, suatu anggota perlu mempertimbangkan
batasan-batasan yang dikenakan oleh
hukum atau aturan manapun yang berkenaan dengan kerahasiaan.
4. Statement on Responsibilities in Tax Services No.
4, Use of Estimates (Penggunaan Estimasi)
Kecuali jika yang dilarang oleh undang-undang atau
menurut peraturan, suatu anggota boleh menggunakan taxpayer’s untuk menaksir
persiapan suatu pajak kembalian jika itu bukanlah praktis untuk memperoleh data
tepat dan jika anggota menentukan bahwa perkiraan yang layak adalah didasarkan
pada keadaan dan fakta saat itu yang diperlihatkan kepada anggota. Jika
perkiraan dengan taxpayer’s digunakan, mereka harus diperlihatkan dengan suatu
cara yang tidak menyiratkan ketelitian lebih besar disbanding yang ada.
5. Statement on Responsibilities in Tax Services No.
5, Departure From a Position Previously Concluded in an Administrative
Proceeding or Court Decision (Keberangkatan dari suatu posisi yang sebelumnya
disampaikan di dalam suatu kelanjutan administrative atau keputusan pengadilan)
Pajak Kembalian berkenaan dengan memposisikan suatu
item ketika ditentukan di dalam suatu kelanjutan administratif atau keputusan
pengadilan/lingkungan tidak membatasi suatu anggota merekomendasikan dari suatu
pajak yang berbeda, kemudian memposisikannya kembali, kecuali jika wajib pajak
dalam pemeriksaan. Oleh karena itu, ketika disiapkan dalam bentuk Statement
onResponsibilities in Tax Services No.1, pajak kembalian diposisikan, anggota
boleh merekomendasikan sebuah pajak kembalian untuk memposisikan atau
menyiapkan suatu pajak kembalian yang memerlukan pemeriksaan dari suatu item
ketika disimpulkan untuk suatu kelanjutan administratif atau meramahi keputusan
berkenaan dengan suatu kembali wajib pajak.
6. Statement on Responsibilities in Tax Services No.
6, Knowledge of Error: Return Preparation(Pengetahuan Kesalahan: Persiapan
Kembalian)
Suatu anggota perlu menginformasikan kepada wajib
pajak dengan segera atas suatu kesalahan di dalam suatu pajak kembalian yang
disimpan atau ketika sadar akan kegaalan
suatu taxpayer’s untuk memfile suatu kembalian yang diperlukan. Seorang anggota
perlu merekomendasikan ukuran yang diambil untuk melakukan koreksi, seperti
rekomendasi yang diberi dengan lisan. Anggota tidaklah diwajibkan untuk
menginformasikannya untuk mengenakan pajak otoritas, dan suatu anggota tidak
boleh melakukannya tanpa ijintaxpayer’s, kecuali ketika yang diperlukan di
depan hukum. Jika suatu anggota diminta untuk kembalian untuk tahun sekarang
dan wajib pajak belum mengambil tindakan yang sesuai untuk mengoreksi suatu
kesalahan utama di dalam suatu tahun kembalian, anggota perlu mempertimbangkan
apakah untuk menarik dari menyiapkan kembalian itu dan apakah suatu professional
melanjutkan hubungan atau hubungan ketenaga-kerjaan dengan wajib pajak itu.
Jika anggota menyiapkan, seperti itu kembalian tahun ini, anggota perlu
mengambil langkah-langkah layak untuk memastikan bahwa kesalahan itu tidaklah
diulangi.
7. Statement on Responsibilities in Tax Services No.
7, Knowledge of Error: Administrative Proceedings (Pengetahuan Kesalahan: Cara
kerja administrasi)
Jika suatu anggota sedang mewakili suatu wajib pajak
di dalam administratifnya untuk suatu kembalian yang berisi suatu kesalahan,
maka anggota perlu menginformasikannya kepada wajib pajak itu. Anggota perlu
merekomendasikan ukuran yang akan diambil untuk mengoreksinya, yang mungkin
diberi dengan lisan. Suatu anggota bukan diwajibkan untuk menginformasikan hal
itu mengenakan pajak otoritas maupun mengijinkan untuk melakukannya tanpa ijin
tax payer’s, kecuali jika yang diperlukan di depan hukum. Suatu anggota perlu
meminta persetujuan tax payer’s untuk menyingkapkan kesalahan kepada pajak
authority.
8. Statement on Responsibilities in Tax Services No.
8, Form and Content of Advice to Taxpayers(Format dan isi nasihat pada klien)
Suatu anggota perlu menggunakan pertimbangan untuk
memastikan bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak
mencerminkan kemampuan/ wewenang profesional dan sewajarnya melayani kebutuhan
taxpayer’s. Suatu anggota tidaklah diperlukan untuk mengikuti suatu bentuk
standar atau petunjuk dalam berkomunikasi lisan atau tertulisdalam memberi
petunjuk kepada suatu wajib pajak. Suatu anggota perlu berasumsi bahwa petunjuk
pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak akan mempengaruhi cara di mana
berbagai hal atau transaksi yang akan dipertimbangkan. Oleh karena itu,
untuk semua petunjuk pajak diberikan
kepada suatu wajib pajak, suatu anggota perlu mengikuti aturan yang baku dalam
Statement on Responsibilities in Tax Services No. 1. Suatu anggota tidak punya
kewajiban untuk berkomunikasi dengan suatu wajib pajak ketika pengembangan yang
berikutnya mempengaruhi petunjuk yang sebelumnya menyajikan berbagai hal
penting, kecuali sedang membantu seorang
wajib pajak di dalam menerapkan prosedur atau rencana yang berhubungan
dengan petunjuk menyajikan atau ketika suatu anggota melakukan kewajiban ini
dengan persetujuan spesifik.
2.3 Kompleksitas Aturan Perpajakan vs Tuntutan
Klien
Pajak secara klasik memiliki dua fungsi. Pertama,
fungsi bugeter. Kedua, fungsi reguleren. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945
pasal 23 ayat 2, disebutkan bahwa
“segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.” Dari hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki fungsi yang luas antara lain
sebagai sumber pendapatan negara yang utama, pengatur kegiatan ekonomi,
pemerataan pendapatan masyarakat, dan sebagai sarana stabilisasi ekonomi. Kalau
kita lihat APBN, pajak selalu dituntut untuk bertambah dan bertambah.
Pemerintah
harus memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara. Dalam struktur anggaran negara, seperti
halnya negara kita bisa mencapai 75% diperoleh dari pajak. Kondisi inilah yang
memicu pemerintah untuk membuat aturan-aturan perpajakan. Aturan perpajakan
merupakan masalah yang sebaiknya menjadi prioritas bagi pemerintah supaya tidak
terjadi tax avoidance. Berikut ini beberapa kasus yang mencerminkan
kompleksitas aturan perpajakan vs tuntutan klien :
• Pajak
Ganda pada Dividen
Secara teori Indonesiamenganut klasikal sistem.
Artinya, ada pembedaan subyek pajak. Yaitu subyek pajak badan dan subjek pajak
perseorangan. Yang bermasalah dalam pajak dividen adalah terjadi economic
double taxation. Pengertiannya, sebelum dividen dibagi kepada pengusaha, laba
tersebut merupakan laba perusahaan yang dikenakan pajak, atau disebut pajak
korporat. Namun, ketika dibagi lagi kepada pemegang saham di korporat, pemegang
saham itu harus dikenakan pajak lagi. Inilah yang disebut sebagai pajak ganda.
Sebagai perbandingan,Malaysia dan Singapura tidak lagi menggunakan pajak atas
dividen. Mereka menggunakan kredit sistem. Yakni, pajak yang bisa dikreditkan
kepada para pemegang saham di korporat. Sehingga, korporat hanya dimaknai
sebagai sarana. Subyek pajak tetap melekat pada pribadi. Tak ada lagi pajak
ganda yang membebani.
• Sengketa
Pajak
Kalau terjadi dispute, yakni hitungan wajib pajak
(WP) dengan petugas pajak berbeda. Pada UU KUP 2000 kewenangan aparat fiscus
terlalu luas. Jika terjadi sengketa SPT, maka apapun yang akan dipakai adalah
hitungan aparat pajak, dan hitungan itu harus dibayar lebih dahulu oleh WP
sebesar 50 persen dari hitungan petugas pajak sebelum bisa dibawa kepada pengadilan
pajak. Kalau hitungan WP yang dinyatakan pengadilan benar maka WP berhak
menerima restitusi. Namun, uang restitusi itu kenyataannya tidak segera
dibayarkan oleh fiscus.
Jika uang restitusi jumlahnya milyaran jelas saja
mengganggu cash flow para pengusaha. Inilah persoalan dalam dispute antara WP
dengan aparat pajak. Untungnya, dalam UU KUP 28/2007 perhitungan SPT ditentukan
secara bersama-sama. Jika ada perbedaan klaim angka, maka yang lebih dahulu
dipakai adalah klaim WP. Sebelum masuk ke pengadilan pajak, WP hanya cukup
membayar sebesar 50 persen dari klaim hitungan WP sendiri.
• Tarif
Pajak yang tinggi
Ketua Tax Centre UI, Tafsir Nurchamid dan pengusaha
Anton J Supit mengatakan bahwa tarif yang tinggi kalau diturunkan punya dampak
pada seretnya penerimaan negara. Padahal disaat yang sama pendapatan negara itu
sebagian besar ditujukan untuk membayar hutang dan obligasi rekap. Meskipun
semestinya menurut Anton J Supit penerimaan dari pajak itu digunakan untuk
membangun infrastruktur.
Banyak kalangan perpajakan seperti Permana Agung,
Gunadi, dan Haula Rusdiana mengatakan sebaiknya ada kebijakan untuk membuat
tarif menjadi lebih rendah. Selain lebih kompetitif bagi dunia usaha, pajak
yang rendah dianggap justru akan meningkatkan penerimaan negara karena semakin
banyaknya potensi pajak yang terjaring. Satu triliun dari seratus orang jauh
lebih baik ketimbang satu triliun hanya dari sepuluh pembayar pajak.
Tarif yang tinggi membuat yang bayar menjadi
sedikit. Sehingga membuat banyak orang yang lain lebih sering menghindar dan
kucing-kucingan dengan petugas pajak. Dalam pikiran mereka, sekali Anda punya
NPWP sampai mati Anda akan dikejar oleh aparat pajak. Prinsip ini membuat
mereka kalau bisa selalu baku atur atau main belakang dengan fiscus.
Daftar pustaka ;
Agoes, Sukrisno. 2012. Auditing (Pemeriksaan
Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Alim, M.N., T. Hapsari dan L. Purwanti. 2007.
Pengaruh Kompetensi dan Indepedensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika
sebagai Variabel Moderasi. SNA X Makasar.
Amat, Agustian Dionisius. 2009. Pengaruh
Profesionalisme, Kompetensi, Indepedensi, Etika Bisnis, Etika Profesi Terhadap
Kinerja Auditor.Andriadi, Anggi. 2010.
Mulyadi dan
Puradireja, 2002: 26. Dalam SPAP IAI, 2001: 220.1
http://www.academia.edu/7321264/Etika_Dalam_Akuntansi_Keuangan_Dan_Akuntansi_Menejemen
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment