Selasa, 18 Juni 2013

NAIKNYA HARGA BBM

Kenaikan Harga BBM Bukan Solusi Final Gonjang-ganjing naik tidaknya harga BBM sudah berdampak negatif terhadap kepercayaan pasar dan publik kepada pemerintah SBY. Namun demikian, naiknya harga BBM bukanlah solusi final dan paling mujarab. Perlu berbagai langkah strategis. Para analis menilai, sudah saatnya pemerintah SBY tidak lagi menggantungkan kebijakan energi terhadap BBM, mengingat cadangannya (reverse) semakin terbatas. Di sisi lain, upaya pemerintah meningkat produksi (lifting) juga semakin melemah, mengingat kondisi sumur yang makin tua dan tidak adanya investasi yang sangat signifikan untuk membuka sumur-sumur baru demikian juga untuk membangun kilang pengolahan. Terkait BBM, masalahnya makin rumit sebab penurunan produksi BBM ini berkebalikan dengan sisi komsumsi yang terus menunjukkan tren peningkatan sehubungan dengan ekspansi pertumbuhan ekonomi yang memang membutuhkan komsumsi energi yang cukup besar. Saat ini, produksi yang bisa dihasilkan hanya sebesar 830 ribu barel per hari, sementara komsumsi mencapai 1,3 juta barel per hari. Akibatnya kekurangan ini harus ditutupi dengan impor. Celakanya, tingginya impor BBM ini berdampak negatif terhadap melebarnya defisit neraca berjalan (current account) dan tergerusnya cadangan devisa. Pada 2012 lalu defisit transaksi berjalan mencapai US$24,18 miliar (2,74% dari PDB) dan cadangan devisa turun sebesar US$7,98 miliar selama periode Desember 2012-Maret 2013. Nilai tukar rupiah yang cenderung melemah juga berkontribusi terhadap meningkatnya beban impor BBM. Defisit neraca minyak 2012 mencapai US$20,3 miliar. Desmon Silitonga, analis ekonomi lulusan pascasarjana FEUI memperingatkan, jika tidak ada kemauan dan komitmen politik pemerintah yang kuat serta keberanian untuk mengeksekusi setiap kebijakan yang ditetapkan di sektor energi, maka kenaikan harga BBM tidak berdampak positif. Ada empat hal yang harus dilakukan pemerintah yaitu pertama, mempercepat diversifikasi energi ke energi terbarukan. Kedua, mendorong pembangunan kilang, dan Ketiga, insentif di sektor hulu migas. Keempat, di sektor transportasi yaitu merealisasikan pembangunan infrastruktur untuk menciptakan moda transportasi massal terintegrasi. Tanpa keempat langkah kebijakan itu, maka kenaikan harga BBM saat ini tidak akan membawa dampak signfikan untuk mengurangi beban APBN dan memperbaiki kualitas pertumbuhan ekonomi. Malahan, kata Desmon, BBM akan terus menjadi polemik berkepanjangan dan menjadi beban bagi siapapun yang memerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar